Veronika Koman Memilih Menjadi Musuh Negara

Orang ini mungkin berpikir, Australia punya kemampuan untuk memberikan tekanan kepada Indonesia. Memang banyak LSM kita yang mendapat kucuran dana dari sana. Tapi jikapun mereka memberikan tekanan kepada negara, tidak dalam bentuk langsung.
LSM-LSM itu akan menggiring opini. Mem

buat gerakan politik. Kemudian mempengaruhi terbentuknya regulasi. Paling jauh ya menumpangi chaos.
Meminta bantuan langsung kepada Australia sebagai sebuah negara, adalah kelancangan. Pertama tidak menghormati kedaulatan. Kedua, menunjukkan dari mana jejak uang di dompetnya berasal.

Tetapi Australia justru terkunci oleh kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia. Mereka tidak akan berani membuat gesekan secara terang-terangan. Australia bergantung dengan Indonesia.

Apalagi kondisi ekonomi Australia sedang tidak menyenangkan. Menyulut perang dingin dengan Indonesia akan menjadi pukulan telak bagi mereka.

Tindakan Veronika Koman itu lebih kepada upaya publikasi dirinya. Ia seorang bintang dalam bentuk berbeda. Artis kemanusiaan yang sedang mengerek benderanya tinggi-tinggi.

Dengan tampil bersama parlemen Autralia itu, ia ingin menunjukkan luasnya pergaulan yang dimilikinya. Ia sedang menunjukkan sosoknya yang penting dan patut diperhitungkan.

Sekali lagi, ia sebenarnya sedang membranding dirinya.

Tindakan membela kemanusiaan tentu tidak keliru. Tapi dengan cara menyebarkan provokasi dan melecehkan kedaulatan bangsa sendiri, adalah langkah bunuh diri.

Ia mungkin akan jadi pahlawan kecil. Namanya akan disebut-sebut untuk beberapa tahun kemudian. Tapi tanpa jasa besar, itu tak cukup untuk menjadikannya seorang martir. Tidak cukup menjadikannya simbol perlawanan.

Tindakan Veronika yang berbahaya itu justru akan jadi alarm bagi pihak terkait. Bukan hanya dirinya, tapi juga orang-orang kritis lainnya. Mereka akan bersikap resisten dan semakin keras menghalau gerak-gerik mencurigakan.
Tetapi saya memaklumi, di antara bintang-bintang LSM dan pemberontak itu memang seolah ada persaingan kecil. Mereka ingin tampil sebagai yang paling menonjol.

Seperti pengakuan Beny Wenda mendalangi beberapa aksi teror. Yang kemudian dengan cepat dibantah oleh faksi pemberontak yang lain. Beny hanya ingin numpang nama dan menunjukkan dirinya penting. Padahal tidak ada kontribusi secara langsung.

Saya melihat aksi Veronika Koman mirip tindakan Beny Wenda itu. Ia butuh Pengakuan. Ingin menunjukkan bahwa jaringannya sangat luas.

Namun yang luput disadarinya, melapor ke Australia itu salah alamat. Mestinya ia melapor ke PBB. Meskipun ia mungkin tahu, di mata PBB laporan Veronika Koman itu tidak menarik untuk ditanggapi.

Aksi publikasi itu memang akan menaikkan rating dirinya. Ia akan berdiri di puncak dan menjadi sorotan dunia. Bolehlah ia berpikir akan menjadi tokoh baru yang kelak dipuja oleh masyarakat Indonesia.

Selebihnya ya tidak berpengaruh apa-apa. Australia tidak ada apa-apanya jika berhadapan langsung dengan Indonesia. Pihak militer dan pemerintah kita hanya akan tertawa dengan lobi-lobi yang baru saja dilakukannya.
Tidak membuat mereka terkejut. Tidak berarti apa-apa.

Tapi memang tidak ada salahnya mencoba. Siapa tahu beberapa tahun ke depan ia akan jadi tokoh nasional. Dipuja-puja oleh khalayak dan dipilih jadi presiden, lalu membuat manuver politik yang sangat menentukan.

Mimpi itu sangat indah, sayangnya Veronika terlalu agresif. Bukan menjadi pahlawan, justru sekarang ini ia semakin dekat bergeser menjadi musuh negara.

Kajitow Elkayeni


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *