Kita sudah tidak asing lagi dengan makanan satu ini, makanan yang dapat dengan mudah kita jumpai setiap pagi, bahkan menjadi rujukan pertama untuk sarapan pagi, bagi mereka yang tidak biasa sarapan dengan nasi.
Seperti halnya dengan makanan lain, bubur ayam tidak terlalu memiliki chiri khas yang special, bahkan hanya terdiri 3 bahan pokok utama antara lain bubur, ayam serta kuah santan yang mirip kuah opor. Untuk sambal, bawang goreng, kecap, kedelai, daun bawang hanya tambahan khas sesuai selera.
Lalu apa yang unik dari makanan sederhana ini?
Beberapa waktu lalu sempat beredar dan viral dua aliran yang memperdebatkan atau memilih cara menikmati bubur ayam ini yaitu DIADUK atau TIDAK DIADUK. Ternyata, banyak kalangan yang lebih menikmati tidak diaduk, dan tak kalah banyak juga yang beranggapan atau berpandangan bahwa lebih nikmat dengan di aduk.
Jelas disini ada 2 golongan kelompok orang yang menikmati bubur ayam dengan diaduk maupun tanpa diaduk, yang pada hakikatnya menikmati bubur ayam yang sama, dengan materi, porsi dan kelengkapan yang lainnya.
Tanpa disadari dalam kesamaan yang di aduk maupun yang tidak diaduk masih ada perbedaan lagi, ada yang suka dengan banyak kecap sedikit sambal, ada yang suka tanpa kedelai, ada yang memilih tanpa daun bawang dan yang pasti tidak ada yaitu yang memilih tanpa bubur.
Dan itu tidak mungkin karna bubur materi utama, dari banyaknya perbedan tadi sangat mungkin itu terjadi dalam satu golongan yang di aduk maupun tidak di aduk. Bahasa mudahnya, dalam hal yang sama masih ada perbedaan yang tidak bisa di samakan.
Bagi sebagian orang ini hal sepele, masalah di aduk dan tidak di aduk, masalah tanpa sambel dengan banyak sambel, masalah pakai kedelai dengan tidak pakai kedelai, pakai daun bawang dan tidak pakai daun bawang, dan banyaknya perbedaan lain. Yang seperti di katakana di atas, hakikatnya sama sama menikmati bubur ayam dengan caranya sendiri.
Lalu apa hubungannya dengan islam nusantara ?
Tanpa kita sadari gaya atau manhaj, atau jalan atau cara, atau sikap kita terhadap bagaimana cara kita menikmati bubur ayam ini merepresentasikan jalan ataupun manhaj kita dalam ber islam atapun memahami islam itu sendiri. Dalam perbedaan itu ada hakikat yang sama yaitu meng Esa kan Allah.
Secara garis besar dengan mudah kita analogikan seperti ini:
Kita ambil contoh dua organisasi besar islam yang ada di Indonesia
DIADUK = NU (Nahdhotul Ulama)
TIDAK DIADUK = MUHAMMADIYAH
Sampai sejauh ini apakah sudah ada gambaran korelasi antara bubur ayam dengan Islam Indonesia?
Secara general bubur ayam kita analogikan sebagai agama islam, lalu Di aduk dan tidak di aduk kita analogikan sebagai jalan memahami islam atau berislam, NU mempunyai manhaj sendiri untuk menikmati islam(bubur ayam) dengan di aduk, dan Muhammadiyah juga memiliki manhaj sendiri untuk bagaimana cara menikmati berislam(bubur ayam) dengan tidak di aduk, yang pada hakikatnya sama sama menikmati bubur ayam (berislam). Dari perbedaan pandangan atau jalan inilah sejatinya ada kesamaan yang mempunyai esensi paling dalam dari ber islam, yaitu sama sama ingin menikmati berislam dengan caranya sendiri-sendiri.
Sekarang, kita jabarkan lagi tidak hanya terpaku dengan NU dan muhamadiyah, tapi dengan berpuluh-puluh bahkan berratus-ratus manhaj didunia ini dalam memahami islam, dari ratusan jalan memahami islam di dunia ini sejatinya hanya satu yang tidak lain dan tidak mungkin bersaksi bahwa tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad Utusan Allah.
Maka perlu di tekankan untuk seluruh umat muslim di dunia ini, perbedaan kita hanyalah jalan menuju Tuhan, akan tetapi memiliki hakikat yang sama yaitu menuju Tuhan Allah swt.
Menikmati memiliki konotasi yang lebih dalam. Seperti halnya ketika kita menikmati makanan. Setiap orang akan menerka nerka melalui indra perasanya kurang asinkah, kurang maniskah, kurang asemkah dan lain sebagainya, Maka setiap insan mempunyai cara tersendiri untuk menikmati sebuah kenikmatan, baik itu di aduk maupun tidak di aduk, baik dengan banyak sambal maupun banyak kecap dan masih banyak cara tersendiri dengan pandangan sendiri-sendiri.
Yang perlu digaris bawahi dan ditekankan disini adalah. Islam adalah agama yang bebas terikat. Bebas bagaimana jalan yang akan kita pilih dan terikat dengan syariat-syariat yang tetap harus dipatuhi. Karena yang terpenting dari jalan memahami islam adalah bagaimana cara kita menikmati untuk mendekat pada yang kuasa bersimpuh pada yang kuasa dan bermunajat pada yang kuasa yaitu Allah SWT.
Tak ada yang lebih baik dari mencari perbedaan, yang ada adalah lebih baik mencari keberkahan.
Karena islam diturunkan untuk rahmat seluruh alam.
Leave a Reply